Komponen Abiotik dalam Ekosistem

komponen abiotik dalam ekosistemBilamana mengamati lingkungan di sekitar kita dengan seksama maka kita akan sadar bahwa di lingkungan tersebut terdapat bermacam – macam benda. Mulai dari benda mati seperti batu, air, api, udara dan lain lain serta makhluk hidup seperti burung, kucing, anjing, manusia, serangga dan lain sebagainya. Nah, benda mati yang ada di dalam lingkungan kita itu disebut sebagai komponen abiotik dalam ekosistem.

Komponen abiotik memilki pengaruh yang besar terhadap ekosistem itu sendiri. Pengaruh tersebut antara lain terjadinya perubahan cuaca, bencana alam, kekeringan dan banjir yang semuanya diakibatkan oleh perubahan faktor-faktor dalam ekosistem itu sendiri. Ada dua faktor utama dalam komponen abiotik, yaitu faktor fisik dan faktor kimiawi.

Faktor fisik yang berpengaruh besar terhadap ekosistem ialah

  1. Sinar matahari dan awan
  2. Suhu rata-rata dan frekuensi suhu
  3. Rata-rata prespitasi (hujan) dan distribusinya sepanjang tahun
  4. Angin
  5. Latitude (Jarak dari garis katulistiwa)
  6. Altitude (tinggi dari permukaan laut)
  7. Kondisi tanah secara alamiah (ekosistem darat)
  8. Kebakaran (ekosistem darat)
  9. Arus laut (ekosistem air)
  10. Jumlah endapan padat (ekosistem air)

Adapun faktor kimiawi yang berpengaruh besar terhadap ekosistem ialah

  1. Kandungan air dan oksigen dalam tanah
  2. Kandungan unsur nutrisi tanaman yang larut dalam kelembaban tanah (untuk ekosistem darat) dan dalam air (untuk ekosistem air)
  3. Kadar garam dalam air (ekosistem air)
  4. Kandungan oksigen terlarut (ekosistem air)

Dari bermacam-macam faktor diatas jelaslah bahwa suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor alamiah dalam lingkungan ekosistem itu sendiri. Faktor-faktor tersebut harus selalu diwaspadai untuk mencegah atau menghindarkan bencana yang terjadi setiap waktu terhadap manusia atau makhluk hidup lainnya yang hidup dalam ekosistem tersebut.

Toleransi Spesies Terhadap Komponen Abiotik

Suatu spesies organisme tidak dapat hidup tersebar di mana-mana. Karena spesies tersebut mempunyai batas toleransi tertentu terhadap suatu variasi kondisi fisik dan kimia tertentu. Pada setiap individu hewan dalam satu populasi dapat terjadi perbedaan toleransi karena adanya perbedaan genetik, umur dan status kesehatan. Misalnya, perbedaan daya tahan terhadap panas atau toksik kimiawi satu individu ikan, akan berbeda dengan individu lainnya dalam satu populasi.

Pada suatu kondisi optimum (misalnya suhu optimum) dari faktor abiotik, organisme tersebut akan dapat hidup dengan baik. Sedikit dibawah atau diatas suhu optimum juga masih ditemukan organisme yang hidup dengan baik walau dalam jumlah yang lebih sedikit. Sedangkan jika suhu lingkungan sudah jauh dari suhu optimum suatu organisme, maka biasanya organisme tersebut akan mati. Dari hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa :

“Keberadaan atau banyaknya populasi dan distribusi dari suatu spesies organisme dalam suatu ekosistem bergantung pada daya toleransi spesies tersebut terhadap satu atau beberapa komponen abiotik dalam ekosistem tersebut.”

Salah satu spesies mungkin mempunyai batas toleransi yang lebih lebar dari spesies lainnya. Hampir semua organisme dalam satu spesies biasanya kurang toleran pada saat umur muda atau salah satu fase reproduksi dari daur hidupnya. Misalnya, ikan koki dapat hidup normal dalam suhu antara -2ºC sampai dengan 34ºC. Beberapa spesies hewan dapat menyesuaikan batas toleransi terhadap faktor fisik seperti suhu jika diekspose perubahan suhunya secara perlahan. Penyusaian diri terhadap kondisi lingkungan yang baru tersebut dinamakan aklimatisasi yang digunakan sebagai alat pencegahan dari pengaruh negatif terhadap faktor fisik atau mikia dalam lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi tersebut bukan merupakan adaptasi geneti sehingga proses tersebut tidak dapat diturunkan ke generasi berikutnya.

Beberapa permasalahan timbul bila terjadi pencemaran dalam kurun waktu tertentu. Beberapa jenis pohon dalam hutan menjadi layu dan mati setelah teradi pencemaran udara dalam kurun waktu yang cukup lama, seperti di daratan Eropa dan Amerika Utara. Hal tersebut terjadi pada kurun waktu 10-20 tahun dan terlambat untuk mencegah akibat terjadinya pencemaran tersebut. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah jangan sampai unsur polutan dapat melebihi ambang batas spesies pohon tersebut.

Perubahan komponen abiotik baik secara alamiah maupun karena ulah manusia yang melebihi ambang batas toleransi ekosistem biotik disebut sebagai pencamaran atau polusi. Polusi itu sendiri dapat berupa faktor fisik (suhu, debu dan sebagainya) maupun kimiawi (unsur/senyawa kimiawi) yang mencemari udara, tanah maupun air dalam suatu ekosistem. Perubahan komponen abiotik yang melampaui ambang batas toleransi dapat menyebabkan musnahnya suatu spesies biotik yang hidup dalam lingkungan yang bersangkutan. Suatu faktor kimia dapat berpengaruh juga terhadap perubahan faktor fisik dalam ekosistem, begitu juga sebaiknya. Misalnya saja pemanasan global karena timbulnya lubang ozon yang diakibatkan oleh reaksi kimiawi antara Cl dan O3, sehingga ozon diubah menjadi O2 yang mengakibatkan jumlah O3 (ozon) diatmosfer berkurang.