Penemuan fosil manusia purba di Indonesia terutama di Jawa sangatlah banyak. Salah satu yang paling dikenal ialah penemuan fosil Homo Soloensis atau sering disebut sebagai Solo Man yang ditemukan di Sungai Bengawan Solo.
Dulunya, jenis manusia purba ini diklasifikasikan sebagai Homo Sapiens mengingat ciri-cirinya yang mirip sapiens. Namun, para ilmuwan akhirnya mengambil kesimpulan bahwa Homo Soloensis merupakan golongan dari Homo Erectus yang telah punah. Karena itu manusia purba ini disebut juga sebagai Homo Erectus Soloensis.
Penemu Homo Soloensis
Pada tahun 1931-1933, seorang paleontolog dan geolog berkebangsaan Jerman Belanda yakni Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald menemukan fosil-fosil Homo Erectus Soloensis. Saat itu, ia sedang melakukan ekspedisi pencarian fosil dan pemetaan wilayah bersama dua orang lainnya yang bernama Oppenoorth dan Ter Haar.
Awalnya, fosil yang ditemukan yakni berupa fosil hewan vertebrata purba di daerah Ngandong. Lalu sejak saat itu mereka bertiga terus melakukan eksplorasi dan penggalian untuk mencari fosil lain yang tersisa.
Hingga pada tahun 1933, akhirnya didapatkan fosil berupa 5 tulang infra tengkorak, 11 tengkorak manusia tanpa rahang bawah dan tanpa gigi, serta 1 pecahan parietal. Disamping itu, ditemukan juga berbagai macam artefak baik dari bebatuan maupun tulang.
Fosil Homo Soloensis ditemukan di daerah Ngandong (Blora), Sangiran, dan Sragen yang merupakan lembah dari sungai Bengawan Solo. Lokasi fosil berada di lapisan pleistosen atas (lapisan ngandong) yang juga merupakan tempat ditemukannya fosil Homo Wajakensis.
Dibandingkan di daerah Sangiran, penemuan fosil manusia purba ini di daerah Ngandong jauh lebih banyak. Karena itu, pemerintah Blora menjadikan lokasi tempat penemuan fosil ini sebagai situs bersejarah.
Penemuan fosil pun tidak dalam keadaan utuh, namun sudah dalam keadaan hancur tercerai berai. Saat itu,Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald menemukan 11 tengkorak Homo Soloensis yang setidaknya masih layak untuk dijadikan objek penelitian walau sebagian besarnya sudah hancur.
Sejarah
Homo Soloensis merupakan manusia purba dari sub spesies Homo erectus yang hidup di sekitar Sungai Bengawan Solo.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa manusia purba satu ini hidup pada era 150 ribu – 550 ribu tahun yang lalu. Di era tersebut, kecerdasan manusia sudah berevolusi dan sudah memiliki kebudayaan yang berkembang.
Berdasarkan penelitian von Koenigswald, Homo Soloensis memiliki tingkatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan manusia purba Pithecanthropus erectus. Hal ini dibuktikan oleh anatomi tengkoraknya yang diperkirakan merupakan evolusi dari manusia purba jenis Homo mojokertensis atau jenis Pithecanthropus mojokertensis.
Jika berbicara soal kebudayaan dan peradaban, Homo Soloensis dan Homo Wajakensis merupakan manusia purba yang mengawali sistem kebudayaan di Pulau Jawa. Kebudayaan ini dinamai sebagai kebudayaan Ngandong yang dibuktikan dengan penemuan berbagai macam artefak dari tulang, duri, dan batu yang digunakan oleh mereka untuk bertahan hidup.
Beberapa jenis tulang hewan buas dan duri ikan pari dibuat berbagai macam senjata seperti tombak, belati, kapak, harpun dan lainnya. Selain untuk berburu, alat-alat ini juga digunakan untuk menggali tanah, mengorek ubi, mengiris daging, dan menumbuk makanan.
Sedangkan perkakas lainnya dibuat dari flakes yang merupakan batuan yang memiliki warna dan corak indah. Hal ini mengisyaratkan bahwa jenis manusia purba ini sudah mengenal akan seni dan keindahan.
Sedangkan pada hal kepercayaan atau agama, para ilmuwan telah meyakini bahwa Homo Soloensis sudah menganut pemahaman satu Tuhan yang dikenal sebagai penguasa alam semesta.
Dalam sebuah buku yang bernama The Origin of the Idea of God karya Wilhelm Schmidt mengungkapkan, bahwa paham kepercayaan satu Tuhan ini merupakan kepercayaan yang ada jauh sebelum manusia menyembah para dewa.
Ciri-Ciri Homo Soloensis
Ada beberapa hal yang menjadi ciri ciri Homo Soloensis dan dapat dijadikan pembeda dengan manusia purba lainnya. Diantaranya adalah:
Memiliki tinggi badan antara 130 – 210 cm.Volume otak mencapai 1251 cc.Dapat berdiri dengan sempurna dan berjalan tegak.Rata-rata berat badan usia dewasa berkisar antara 30 – 150 kg.Tengkorak bagian belakangnya tinggi dan agak membulat.Wajahnya cenderung datar dan lebar.Dahi masih sedikit menonjol.Hidungnya cukup lebar.Bagian mulut sedikit menonjol ke depan.Otot-otot disekitar tengkuk mengalami proses reduksi.Gigi dan tulang rahang lebih kecil dikarenakan alat pengunyahnya menyusut.
Walau Homo Soloensis termasuk manusia purba yang lebih bijak dan lebih cerdas dari yang ditemukan sebelumnya, namun pada akhirnya harus mengalami kepunahan.
Diduga beberapa penyebab kepunahan manusia purba ini diantaranya adalah:
- Kurang pandai dalam bersosialisasi
- Letusan gunung berapi yang dahsyat
- Penyebaran penyakit di kala itu
- Dimangsa predator yang lebih besar
Itu dia beberapa informasi seputar Homo Soloensis beserta pengertian, sejarah, penemu, serta ciri-cirinya. Semoga bermanfaat!