Dampak Pencemaran Air Panas Terhadap Ekosistem

dampak pencemaran airAir panas mengalir ke dalam sungai atau danau dalam jumlah yang sedikit, tidak memberikan dampak pencemaran yang berarti terhadap kehidupan di dalamnya. Sungai yang besar dengan arus yang deras akan dapat menetralkan air panas yang mencemarinya tersebut dengan cepat. Akan tetapi bila air panas yang datang dalam jumlah yang besar, baik yang berasal dari sumber air panas (gunung berapi) atau buangan air panas yang berasal dari proyek pendingin pembangkit tenaga listrik, kemungkinan dapat merusak ekosistem di dalam sungai dan danau. Kejadian ini disebut dengan nama polusi termal. Dampak pencemaran air panas yang disebabkan oleh polusi termal ini tidak bisa diremehkan, karena dapat sangat merusak kehidupan yang ada di dalam habitat air.

Sebagian besar pakar ekologi berpendapat bahwa faktor lingkungan yang paling mempengaruhi kehidupan di bumi ini adalah suhu. Ikan yang merupakan hewan berdarah dingin, tidak memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuhnya sehingga ia sangat peka terhadap perubahan suhu di lingkungan sekitarnya. Setiap spesies organisme air akan dapat beradaptasi terhadap suhu air yang bervariasi pada setiap pergantian musim (dua musim di daerah tropis dan empat musim di daerah sub tropis), tetapi dapat mengalami shock bila terjadi perubahan suhu yang mendadak. Dari hal tersebut para ekolog sangat memperhatikan kondisi itu bila dihubungkan dengan digunakannya air sungai atau danau sebagai pendingin mesin pabrik atau pembangkit tenaga listrik, yang akhirnya dibuang kembali ke habitat yang bersangkutan.

Masalah polusi termal ini telah dilaporkan di Amerika Serikat sejak tahun 1960an, dengan problem terbesar terjadi pada proses pendinginan pusat pembangkit tenaga listrik. Pendinginan proyek tersebut menggunakan air sejumlah dua per tiga dari total 60 triliun galon air yang digunakan di seluruh proses pendinginan pabrik di Amerika. Walaupun dampak dari pencemaran air ini hanya berakibat pada beberapa lokasi tertentu saja, tetapi para ekolog mengkhawatirkan bila terjadi pertambahan pembangunan proyek pembangkit tenaga listrik yang baru, terutama tenaga listrik yang menggunakan energi nuklir. Listrik tenaga nuklir ini akan mengeluarkan limbah termal lebih dari 60% daripada listrik yang menggunakan minyak bumi. Limbah termal tersebut dibebaskan sebagai panas pada air pendingin kondensor. Diperkirakan dalam waktu 30 tahun, industri pembangkit tenaga listrik akan menghasilkan energi listrik mendekati dua juta megawatt. Hal tersebut berarti memerlukan air pendingin yang sangat besar dan sebagai akibatnya, dampak pencemaran air panas dari proyek tersebut menjadi bertambah besar pula.

Dampak Pencemaran Air Panas Terhadap Proses Fisiologi Ikan

Di daerah tropis seperti di Indonesia, ikan organise lainnya dapat hidup dengan baik pada suhu optimum sekitar 28º sampai 38º C. Aktivitas pergerakan ikan sangat bergantung pada suhu optimum tersebut. Ikan akan secara spontan cenderung meningkat pergerakannya apabila suhu air di sekitarnya meningkat dan sebaliknya bila suhu disekitarnya menurun aktivitasnya pun juga menurun. Namun ada beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat yang berbeda terhadap pengaruh suhu tersebut. Misalnya saja ikan salmon yang hidup di daerah sub tropis, aktivitas ikan tersebut sangat baik pada suhu 12º dan 13º C. Namun aktivitasnya akan mulai menurun ketika suhu lingkungan sekitarnya mencapai 15º C. Hal berbeda terjadi pada ikan trout yang aktivitasnya akan terus meningkat sampai suhu letal yaitu 26º C. Ikan trout, akan melakukan pergerakan lebih banyak di air setiap terjadi kenaikan suhu dan baru turun ketika suhu air disekitarnya naik terlalu tinggi sehingga menyebabkan kematiannya.

Dampak pencemaran air panas terhadap denyut jantung hewan air juga telah diteliti. Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan krustasea sejenis lobster (Astacus sp), terlihat bahwa laju denyut jantungnya akan meningkat dari 30 denyutan/menit menjadi 125 denyutan/menit pada peningkatan suhu air dari 4º C menjadi 22º C, kemudian menurun menjadi 65 denyutan/menit pada suhu 35 yang merupakan suhu letak untuk krustasea tersebut. Pada suhu yang meningkat, hemoglobin darah akan kurang efisien dalam mengangkut oksigen untuk didistribusikan ke dalam jaringan. Kombinasi antara peningkatan kebutuhan oksigen dan penurunan efisiensi penggunaannya pada suhu yang relatif tinggi akan dapat menyebabkan stres berat. Ikan karper pada suhu 0,5º C dapat tetap hidup pada konsentrasi oksigen yang sangat rendah di dalam air, yaitu sekitar 0,5 mg/l. Pada suhu yang makin meningkat sampai 35º C, ikan ini memerlukan oksigen terlarut 1,5 mg/l. Ikan jenis lain juga mengalami hal yang sama, pada suhu 4º C ia mampu hidup kadar oksigen terlarut 1-2 mgl. Akan tetapi begitu air lingkungannya bersuhu 18º C, maka ia membutuhkan oksigen terlarut sejumlah 3-4 mg/l.

Suhu air juga sangat berpengaruh terhadap digesti makanan dalam saluran pencernaan serta pertumbuhan ikan yang bersangkutan. Dalam penelitian yang memberikan ikan karper muda pakan berwarna, menunjukkan bahwa pada suhu 26º C pakan tersebut terdigesti empat kali lebih cepat, yaitu selama 4,5 jam daripada dalam suhu 10º C yang memakan waktu 18 jam. Sedangkan ikan trout coklat, konsumsi pakannya cukup tinggi pada suhu antara 10º – 19º C, sehingga menjadikannya ikan tersebut lebih aktif bergerak sampai pada akhirnya mati pada suhu 25º C.

Dampak Pencemaran Air Terhadap Daya Reproduksi Ikan

Suhu air sangat berperan dalam proses reproduksi hewan air. Di daerah subtropis, beberapa spesies ikan mulai bertelur pada saat musim gugur dan saat suhu udara turun dengan drastis. Spesies lainnya mulai bertelur pada awal musim semi, yaitu ketika suhu udara mulai naik. Peningkatan suhu air akan merangsang perkembangan gonad dan kemudian memicu terjadinya pelepasan telur ke dalam air. Hal ini terlihat nyata sekali pada organisme air yang hidup di muara sungai seperti jenis kerang oyster dan klam, yang bertelur dalam waktu beberapa jam setelah suhu air mencapai titik tertentu.

Suhu juga dapat mengatur periode bertelur sampai menetas. Telur ikan salmon yang telah dibuahi akan menetas dalam waktu 114 hari pada suhu air 2º C, tetapi akan lebih cepat menetas dalam waktu 90 hari pada suhu air 7º C. Telur ikan hering menetas dalam waktu 47 hari pada suhu 0º C dan pada suhu 12 telur tersebut dapat menetas dalam waktu 32 hari saja. Seorang peneliti di Universitas Yale, Amerika Serikat, melaporkan bahwa terdapat temperatur kritis atas dan di bawah suhu tertentu di mana ikan tidak dapat bereproduksi. Sebagai contoh ilah sejenis ikan yang disebut sunfish, pada suhu 22º C atau lebih telurnya tidak dapat berkembang. Ikan karper pada suhu sekitar 20 sampai 24º C telur yang dibuahi tidak dapat membelah diri. Udang air payau (Neomysis sp) yang hidup di muara sungai tidak dapat bertelur pada suhu 7º C atau lebih.

Pengaruhnya Terhadap Daya Hidup Ikan

Suhu air juga dapat mempengaruhi panjangnya siklus hidup hewan air, dari telur, larva dan masa kedewasaan. Beberapa fase siklus hidup dapat menjadi lebih cepat pada suhu air yang hangat. Suhu air yang relatif tinggi dapat mempercepat pertumbuhan ikan, sedangkan ikan menjadi lemah. Akan tetapi pada suhu yang relatif rendah pertumbuhan ikan menjadi lebih lambat, sedangkan ikan tetap sehat. Seorang peneliti melaporkan bahwa hewan air Daphnia sp dapat berumur sampai 108 hari pada suhu 8º C, tetapi pada suhu 28º C umurnya hanya mencapai 28 hari saja. Kutu air Moina sp berumur 14 hari pada suhu 13º C dan hanya dapat bertahan hidup selama 5 hari pada suhu 31º C.

Seorang ahli zoologi dari Jerman melaporkan bahwa moluska yang hidup dalam air yang dingin tumbuh sangat lambat, tetapi dapat mencapai ukuran yang lebih besar bila hidup dalam air hangat. Pada umumnya semua jenis iklan dapat beraklimatisasi pada perubahan suhu air yang perlahan, tetapi bila suhu berubah secara mendadak akan dapat menyebabkan kematian Sekelompok telur dari sejenis ikan yang dipindahkan dari air dengan suhu 18º C ke dalam air bersuhu 29,5º C secara mendadak ternyata 90% dari telur tersebut tidak dapat menetas. Tetapi bila telur tersebut dipindahkan dengan cara aklimatisasi terlebih dahulu, yaitu dengan menaikkan suhu secara perlahan dalam periode 30 sampai 40 jam hingga mencapai 29,5º C, daya tetas telur dapat mencapai 80%. Jenis krustasea yang diaklimatisasi dari suhu -4º C sampai suhu 34º C dapat hidup dengan baik.

Pada umumnya organisme air lebih dapat beraklimatisasi dengan cepat pada suhu yang lebih tinggi daripada terhadap suhu yang lebih rendah. Berdasarkan batas maksimum aklimatisasi, hampir semua jenis ikan dapat bertoleransi pada suhu air dari 25º C sampai dengan 36º C. Beberapa peneliti melaporkan bahwa suhu yang tinggi berpengaruh terhadap sistem saraf dan sistem pernafasan, karena terjadinya koagulasi dari protoplasma sel atau menyebabkan tidak aktifnya sistem enzim, sehingga menyebabkan kematian.

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak pencemaran air panas dapat menimbulkan gangguan keseimbangan kehidupan organisme air dalam suatu habitat tertentu yang menjadi tempat buangan air panas tersebut.